AS Tumbuh Kuat? Rupiah Turun Meski BI Tahan Suku Bunga

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan pada level 6% dan kekhawatiran AS sulit menekan inflasi akibat pertumbuhan ekonomi yang diekspektasikan naik.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp15.520/US$ atau terdepresiasi 0,1%. Pelemahan ini selaras dengan depresiasi yang terjadi kemarin (20/12/2023) yakni sebesar 0,03%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.57 WIB turun tipis 0,06% menjadi 102,34. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (20/12/2023) yang berada di angka 102,4.

BI telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di level 6%. Hal ini merupakan hasil putusan dari RDG BI yang telah dilaksanakan sejak Rabu dan berakhir pada Kamis (20-21 Desember 2023).

“Keputusan mempertahankan BI rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang prostabilty,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (21/12/2023)

Pro stabilitas yang dimaksud, berkaitan dengan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah. Perry menambahkan, kebijakan tersebut juga mempertimbangkan kondisi ke depan, termasuk dalam menjaga inflasi.

“Kebijakan makro prudential tetap pro-growth untuk dukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Perry.

Hasil ini selaras dengan konsensus yang telah dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 12 lembaga/institusi yang secara keseluruhan juga memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 6,00%.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memproyeksi BI akan menahan level suku bunga acuan di 6% dalam RDG BI Desember 2023.

Andry menyebutkan ada beberapa hal yang mempengaruhi kebijakan BI yakni terkait keputusan The Fed dan inflasi. Di mana Federal Open Meeting Committee (FOMC) The Fed Desember ini menahan suku bunga di 5,25%-5,5% dan tren pelemahan Indeks Dolar yang terus terjadi telah mendorong keyakinan stabilitas Rupiah lebih terjaga.

Langkah stabilitas lain yang ditempuh ke depan adalah intervensi pada pasar valuta asing, seperti spot, DNDF dan surat berharga negara (SBN). Kemudian optimalisasi pada instrumen SRBI, SVBI dan SUVBI.

Kendati demikian, ketidakpastian global dan volatilitas yang masih ada khususnya dari AS, memberikan tekanan bagi mata uang Garuda.

Salah satu tekanan terhadap rupiah datang dari proyeksi data pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada kuartal III-2023.

Konsensus menilai laju pertumbuhan PDB meningkat menjadi 5,2% (year on year/yoy dari yang sebelumnya 2,1% yoy pada kuartal II-2023. Jika hal tersebut terjadi, maka pertumbuhan terkuat terjadi sejak kuartal IV-2021.

Ketika perekonomian AS tumbuh dengan pesat, hal ini perhatian pelaku pasar karena artinya roda perekonomian AS cukup kencang yang berdampak pada inflasi AS cukup sulit untuk ditekan menuju target The Fed yakni 2%.

Dampak lanjutannya yakni pelaku pasar khawatir bahwa suku bunga AS berpotensi berada pada level yang tinggi dalam waktu yang cukup lama untuk menjaga agar lonjakan inflasi tidak terjadi. https://menjangkau.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*